Kebaya encim merupakan jenis kebaya hasil akulturasi budaya Indonesia dengan budaya Tionghoa. Jenis kebaya ini sudah ada sejak zaman penjajahan Indonesia, sekitar abad ke 15 M.
Encim sendiri memiliki arti ‘nyonya’ karena kebaya ini dipakai oleh nyonya-nyonya Tionghoa sebagai pakaian sehari-hari. Sejarahnya, kebaya encim dipakai oleh perempuan-perempuan Indonesia yang menikah dengan tuan-tuan Tionghoa yang datang ke Indonesia. Kemudian, kebaya ini lekat dengan peranakan Tionghoa di Indonesia. Ketika peranakan Tionghoa ini menikah, mereka juga menggunakan kebaya encim sebagai pakaian sehari-hari.
Kebaya encim memunyai pakemnya sendiri dalam pemakaiannya. Beberapa warna memiliki makna khusus sehingga pemakaiannya pun tidak sembarangan. Kebaya encim warna putih dihubungkan dengan duka cita atau berkabung. Sedangkan yang berwarna-warni dikhususkan untuk pesta. Merah tidak dipakai dalam pesta. Yang sering dipakai untuk pesta adalah warna fuschia dan hijau turquise.
Kebaya encim memunyai kerah yang berbentuk V serta bukaan kancing depan dengan panjang kebaya sebatas paha. Ujung bawah kebaya dibuat meruncing ke arah depan yang dikenal dengan makna pucuk rebung. Kebaya encim memiliki ciri khas bordir motif bunga pada ujung lengan dan bagian bawah. Pemakaiannya biasa dipadukan dengan rok batik jawa.
Meskipun kebaya encim sudah eksis sejak zaman penjajahan Indonesia, bukan berarti kebaya ini ketinggalan zaman dan terkesan kuno. Seiring perkembangan zaman, berbagai model kebaya encim modern pun turut hadir.
.
.
.
.